Pernah seorang laki-laki bermimpi dirinya dikejar-kejar oleh seekor singa. Ia lari ke sebuah pohon, memanjatnya, dan duduk di atas cabang pohon. Ia memandang ke bawah dan melihat singa itu masih ada di sana menunggu dirinya.
Orang itu kemudian melihat ke arah samping di mana cabang pohon yang ia duduki tersambung pada sebuah batang pohon dan ia melihat dua ekor tikus sedang berputar-putar memakan cabang pohon. Satu tikus berwarna hitam dan yang lainnya berwarna putih. Cabang yang ia duduki bisa patah dan jatuh ke bawah.
Dengan rasa takut orang itu memandang ke bawah lagi dan ia melihat bahwa ada seekor ular hitam besar telah datang dan berdiam tepat di bawahnya. Ular itu membuka mulutnya lebar-lebar tepat di bawah orang itu sehingga jika jatuh, ia akan masuk ke mulut ular besar itu.
Orang itu kemudian melihat ke atas jika ada sesuatu yang bisa ia jadikan pegangan. Ia melihat cabang lain namun pada cabang itu bergantung sebuah sarang lebah. Tetesan madu jatuh dari sarang itu. Ia ingin merasakan tetesan madu tersebut. Lalu, ia menjulurkan lidahnya dan merasakan tetesan madu yang jatuh. Madu itu rasanya nikmat sekali. Maka ia ingin merasakan tetesan madu berikutnya. Saat ia melakukan hal ini, ia terbuai dengan manisnya madu.
Sementara itu ia lupa dengan dua tikus yang sedang menggerogoti cabang pohon yang ia duduki, lupa dengan singa yang sedang menunggunya di bawah, dan lupa dengan ular yang sedang berdiam diri di bawahnya.
Setelah beberapa waktu, ia terbangun dari tidurnya...
Untuk memahami arti mimpinya, orang itu menemui seorang cendekiawan saleh. Si cendekiawan berkata, "Singa yang kamu lihat adalah kematianmu. Ia selalu mengejarmu dan selalu mengikutimu. Dua tikus, satu hitam dan satu putih, adalah malam dan siang hari. Mereka berputar, datang silih berganti, untuk memakan waktumu dan membawamu lebih dekat kepada kematian. Ular hitam besar dengan mulut gelap adalah kuburanmu. Ia di sana menunggumu jatuh ke dalamnya.
Sarang lebah adalah dunia ini dan madu manis adalah kemewahan dunia. Lalu kita merasakan tetesan kemewahan dunia ini tetapi kemewahan ini terlalu manis. Lalu kita merasakan tetesan lainnya lagi dan lagi.
Saat kita terbuai oleh manisnya kemewahan dunia, kita lupa dengan waktu kita, lupa dengan kuburan, dan kematian kita...
Sumber : Mario Seto, Koin Emas di Tepi Jalan
11 comments:
Yayaya sangat menginspirasi, memberi peringatan pada manusia yang terbuai dengan gemerlap dan tipu daya dunia...
terima kasih gan, silahkan datang lagi :)
weeeew mantap saya mendapat ilmu yang bermanfaat setelah membaca cerita ini
semoga bermanffat bagi kehidupan kita sebagai manusia yang tak pernah luput dari salah dan dosa :)
mantap nich......terimakasih atas ceritanya
terima kasih gan, silahkan datang lagi :)
wah sangat inspiratif...masukan juga buat saya ini, terima kasih atas ceritanya ea.. ^^
sama2 gan, terima kasih juga dah mampir :)
benar" cerita yang mengispiratif buat ane
mudah"an ane ga terbuai dengan keduniaan
:)
makasih ya atas ceritanya
sama2 gan, terima kasih juga dah mampir :)
ni cerita dlm kitab apa ya
Posting Komentar